Sabtu, 02 Februari 2019

Perjodohan Allah #2

Saya berfikir, mungkin sekarang suami saya sudah merasa bisa.. dia sudah berhasil mengikuti jejak ayah nya dia lebih sibuk diluar, tapi apakah ga bisa dia jangan selalu menghina saya? Tidak bisakah dia menjadikan saya istri yg paling merasa tenang? Saya merasa jadi wanita paling hina saat ini, direndahkan dan selalu di cacimaki oleh lelaki yg seharusnya membawa kedamaian dalam diri saya, saat saat sendiri saya selalu merasakan terlebih jika malam, saya hanya bisa meratapi jalan hidup saya saat ini yg entah mau sampai kapan saya menyembunyikan ini semua sendiri, saya selalu merasa iri setiap melihat pasangan suami istri yg selalu berdua, harmonis, sedangkan saya hanya bisa berandai andai. Saya sering minta penjelasan pada suami saya, tapi yg saya dapat lagi lagi hanya omong kasar dari dia.. emtah jika tidak ada orangtua dan anak bisa jadi apa saya sekarang..

Alhamdulillah.. seiring berjalan waktu, lama nya hati saya menjerit sendiri, Allah memberikan sesuatu anugrah yg indah bagi saya..  yg saya rasa dari awal saya tidak pantas tapi kenapa Allah mengirim sesuatu itu untuk saya, saya sudah tidah merasa hampa lagi, sesekali mungkin iya.. tapi saya merasa hidup saya lebih berarti sekarang, saya menjadi lebih semangat untuk menjalani hari jari saya kembali, bahkan saya sudah tidak memperdulikan omong kasar suami saya lagi..

Bagi sahabat yg mungkin jalan hidup nya seperti saya, sabar.. semua sudah dituliskan dalam skenario Allah.. wajar, setiap pasangan kelasih pastinya berharap akhir yang bahagia dari hubungan mereka, tapi tidak semuanya bisa berjalan seperti apa yg diharapkan dan terkadang kita harus menyerah dan pasrah pada keadaan. Banhkan banyak sepasang kekasih yg nekad kabur dari rumah demi memperjuangkan cintanya mamun banyak juga harus rela berpisah demi kebahagiaan bersama. Disinilah kesabaran seseorang diuji, harus belajar keras untuk menjadi manusia yang dewasa serta ikhlas. Yakinlah jika Allah akan memberi pelangi setelah hujan, jeritan tiada akhir saya saat itu dibayar tunai oleh Allah karna anugrah yg saya miliki saat ini..

perjodohan jalan Allah #1

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatu..

Alhamdulillah, dikesempatan kali ini saya masih diberi kesehatan untuk sedikit berbagi pengalaman hidup saya.
Saat itu tahun 2014 usia saya baru menginjak 17 tahun, seorang gadis belia yg masih mencati jatidiri, masih belum memikirkan tujuan hidup, masih asik dengan kehidupan yg dijalani saat itu, kumpul dengan sahabat, bahkan saya sedang merasakan jatuh cinta saat itu, pada saat itu usia kami berbeda 8 tahun. Kami menjalin hubungan sudah 6 bulan, masih sangat singkat memang. Saya sangat menikmati masa muda saya, tiada sedih yg terlintas di hati saya saat itu.. saya anak tunggal, otomatis semua kasih sayang orangtua saya hanya diberikan kepada saya. Bersyukur saya Allah memberi keluarga dan sahabag yg begitu menyayangi saya..

Pada akhir tahun 2013, gadis belia polos ini harus menghadapi suatu situasi yg dia sendiri ga mengerti apa itu semua.. hanya mendengar saran sana sini tapi tidak diresapi, saya bak boneka orang terdekat saya yg menuruti apa kata mereka.. tidak ada pendirian saat itu, yg saya ucap hanya “iya, yaudah, terserah mama aja” subhanallah kalau difikir sekarang begitu bodohnya saya, ya. Saya “dijodohkan” oleh pemuda yg tidak saya kenal. Tapi kita masih saudara, langsung 3 bulan kami taaruf saya pun dilamar saya tau karakter dia saat itu tapi saya ga mikir panjang saat itu. Saya ga pernah cerita apapun ke orangtua saya tentang dia selama kami berkenalan 3 bulan. Saya pendam semua sendiri, akhirnya kami menentukan tanggal pernikahan.

Pacar saya saat itu dia sudah menyerahkan semua pada saya. Begitu kecewa nya saya, kenapa dia ga berusaha untuk mengajak saya pergi atau dia bicara dengan orangtua saya.. entah apa yg terlintas dibenak dia saat itu. Akhirnya saya memutuskan hubungan kami. Selama 3 bulan taaruf dgn suami, saya jarang komunikasi dengan kekasih saya. Dia memberi saya waktu untuk bisa menilai siapa yg lebih pantas bersanding dengan saya tapi tanpa dia sadar saya menunggu dia untuk melakukan tindakan untuk melepas saya dari situasi ini.. harapan saya pada kekasih saya sirna sudah, saya tidak menemukan sosok lelaki yg punya pendirian dalam diri dia. Saya tidak merasa diperjuangkan.

Setelah lamaran kami dilangsungkan, kami menetapkan tanggal pernikahan hanya berjarak 1 bulan.. dibilang kaget, iya. Karna sebetulnya saya ingin menyelesaikan studi saya. Tapi apa daya, keluarga suami yg memaksa saya harus meninggalkan sekolah, lagi lagi saya begitu
 bodoh dengan meng iyakan itu semua.. memang mereka dari keluarga berada, sangat berbanding terbalik dengan saya pastinya.. orangtua saya juga merasa bimbang sebenarnya, tapi karna keluarga saya tau akhlak dari keluarga suami saya yg baik jadi keluarga saya tidak bisa menolak.

Kami menikah di pertengahan tahun 2014, tidak ada perasaan nervous atau panas dingin selayaknya calon pengantin lain nya. Lagi lagi karna pola fikir saya yg masih labil alasannya..

Hari demi hari saya lewati dengan lelaki yg sudah menjadi suami saya yg saya tidak mengenal betul tentang dia, yg saya terima saat itu hanya perilaku dia yg terlalu overprotektif, jika emosi membeludak dia acapkali kasar pada saya, saya fikir saat awal pernikahan kami “nanti juga berubah” dsb. Tapi memang betul, setelah anak pertama kami lahir dia semakin sayang pada saya, dari segi ekonomi saya sangat tercukupi dgn dia.. dia memperlakukan saya bak ratu dirumahnya, saya merasa beruntung saat itu terlebih keluarga dia yg baik pada saya, saya seakan ga ingin mencari kebahagiaan lain..
setelah anak ke 2 saya lahir di pernikahan kami yg menginjak 4 tahun, perubahan sikap dia mulai terasa dalam diri saya dia semakin sibuk, bertatap wajah dirumah pun sudah jarang, kami sudah tidak banyak sharing, dia sudah tidak memerlukan pendapat dari saya lagi, entah kesalahan apa yg sudah saya perbuat. Dia semakin kasar, semakin bertingkah buruk pada saya, alhamdulillah dia ga pernah main tangan pada saya, tapi hinaan dan cacian yg seringkali dia ucapkan pada saya membuat saya merasa tidak punya harga diri sebagai seorang istri. Sebelum perubahan dia terjadi, saya masih melayani dia dgn baik, saya pun sering merawat diri, saya diet untuk menjaga kestabilan tubuh saya.

Setiap cacian itu terlontar kembali dari mulut suami saya, saya hanya bisa menahan diri untuk tidak menjawab saya menahan agar tidak menangis di depan dia, saya ga bisa memperlihatkan kesedihan saya di depan anak anak dan orangtua saya.. entah gimana jalan fikiran saya, saya selalu mau mereka melihat kebahagiaan saya tanpa tau yg sebenarnya. Hidup saya bak dineraka, saya nafas tapi saya tidak hidup. Saya melihat banyak orang tapi hati saya selalu merasa keheningan dan keheningan, hanya anak anak dan keluarga yg membuat saya bertahan sampai saat ini..